Oleh Nurul Ikhsan
Pemimpin Redaksi Kuninganpos.com/
Direktur Eksekutif Yayasan Wahana Mangrove Indonesia (WAHMI)
Bagi pemerintah daerah, pembangunan di sektor pariwisata seperti dua sisi mata uang, menguntungkan dari sisi bisnis, investasi dan sumber PAD, namun dari sisi lain bisa menghancurkan lingkungan jika mengabaikan daya dukung lingkungan yang sudah seharusnya diperkuat dan menjadi prioritas penting untuk diperhatikan.
Pembangunan di sektor pariwisata di Kabupaten Kuningan terlihat seperti lepas kendali, berjalan tanpa arah, tanpa hasil maksimal menyumbang pundi-pundi pendapatan asli daerah (PAD), namun juga abai terhadap keberlangsungan daya dukung lingkungan yang bisa menjadi ancaman sangat serius di masa mendatang. Langkah moratorium perizinan pendirian destinasi wisata di wilayah tertentu seperti disepanjang bentang Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC) dan wilayah peruntukan pertanian yang bisa menurunkan daya lingkungan, dan alih fungsi lahan pertanian layak dilakukan secara periodik sebagai bentuk komitmen dan pertanggung jawaban arah kebijakan pembangunan daerah di Kabupaten Kuningan.
Mitigasi kerusakan lingkungan seperti potensi besar terjadinya bencana alam, menurunnya cadangan air tanah untuk peruntukan konsumsi masayarakat dan area pertanian akibat alih fungsi lahan pertanian untuk dibangun destinasi wisata tidak terpublikasi ke ruang publik. Masyarakat berhak mengetahui dokumen dari hasil kajian Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) sebagai salah satu syarat yang wajib dipenuhi untuk mendapat izin membangun, karena masyarakat menjadi salah satu unsur yang akan terdampak dari setiap program pembangunan. Keterbukaan informasi publik untuk Amdal sesuai Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2012 tentang Pedoman Keterlibatan Masyarakat dalam Proses Analisis Dampak Lingkungan Hidup dan Izin Lingkungan. Uji dokumen Amdal menjadi tolok ukur kelayakan sebuah destinasi wisata bisa dibangun. Di bagian dokumen Amdal ini sering kali hak publik diabaikan, bahkan dikesampingkan, sementara masyarakat salah satu unsur yang terdampak langsung dari setiap kebijakan pembangunan.
Dengan segala potensi wisata khususnya pariwisata alam dengan panorama keindahan bentang panjang Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC) yang dimiliki Kuningan, tentunya menjadi daya magnet kuat bisa menarik wisatawan berwisata ke Kuningan. Bagi pemerintah daerah, pembangunan di sektor pariwisata seperti dua sisi mata uang, menguntungkan dari sisi bisnis, investasi dan sumber PAD, namun dari sisi lain bisa menghancurkan lingkungan jika mengabaikan daya dukung lingkungan yang sudah seharusnya diperkuat dan menjadi prioritas penting untuk diperhatikan. Dibagian inilah bagaimana seharusnya pemerintah daerah membangun wisata yang berkelanjutan yang memuliakan lingkungan dan berkomitmen meratifikasi isu-isu perubahan iklim, dan memperhatikan lingkungan masyarakat yang terdampak langsung.
Ditengah tidak sehatnya keuangan daerah pasca refocusing anggaran unuk penanganan Covid 19 dan belanja pegawai yang besar, sektor pariwisata tentunya menjadi salah satu tumpuan mampu mendongkrak sektor perkonomian dan turunannya seperti sektor UMKM, sektor jasa dan sektor riil lainnya. Namun, jika tidak didukung dengan blue print yang jelas arah kebijakan pembangunan di sektor pariwisata, maka pembangunan Kuningan akan salah arah, salah kaprah, bahkan harus kehilangan identitas sebagai daerah hijau dengan keanekaragaman hayati yang dimiliki, daerah pertanian, dan daerah resapan air. Parahnya lagi, sektor pariwisata ternyata hanya menyumbang kecil untuk PAD, atau bahkan pengelolaan pariwisata ternyata bisa membebani APBD itu sendiri karena infrastruktur penunjang pariwisata yang harus dibangun dengan anggaran yang tidak kecil, dan belanja pegawai pengelola pariwisata yang tidak sebanding dengan orientasi profit yang didapat.
Pemerintah daerah harus mempersiapkan strategi mitigasi jika menemui titik kejenuhan pariwisata di Kuningan, dimana secara keseluruhan pariwisata yang ada belum memenuhi standar wisata tematik. Tak hanya itu, ekosistem pariwisata yang masih jauh dari pariwisata yang terkonsep dan terpadu, serta terkoneksi antara wisata daerah di kecamatan hingga pedesaan. Saat ini pariwisata di Kuningan masih di dominasi wisata panorama alam dan hanya terkonsentrasi di Kuningan bagian barat. Bagaimana dengan potensi pariwisata di Kuningan timur, sampai hari ini belum tergarap maksimal. Pertanyaan besarnya antara lain; seberapa besar nilai investasi di sektor pariwisata berkontribusi terhadap PAD?. Kita lemah dengan data, padahal setiap arah dan perencanaan kebijakan pembangunan daerah harus berbasis data, bukan mengarang bebas, apalagi copy paste dan lemah kajian.